Jakarta CNBC Indonesia - Perjanjian dagang antara Indonesia Serikat dan Indonesia masih dalam tahap proses. Padahal semula Menteri Perdagangan Budi Santoso menargetkan agar produk perjanjian dagang tersebut bisa rampung sebelum memasuki September 2025.
Namun, hingga kini belum ada kesepakatan yang dicapai. Artinya semua produk Indonesia yang masuk ke AS masih dikenakan tarif resiprokal 19%, dan belum turun. Budi Santoso pun mengungkapkan alasan belum rampungnya kesepakatan tersebut.
"Sekarang juga mungkin begini, menurut saya karena Amerika kan juga banyak ya yang akan membuat perjanjian. Bukan cuma Indonesia, jadi banyak (negara)," katanya di kantor Kemendag, Jumat (12/9/2025).
Sebaliknya, menurut Budi Indonesia justru lebih siap dalam negosiasi dagang. Namun jika negara lain belum maka Indonesia juga ikut menunggu.
"Jadi kalaupun mundur ya sebenarnya dari Amerikanya," kata Budi.
Pemerintah Indonesia juga bersiap untuk kelanjutan negosiasi tersebut nantinya.
"Ya kan belum selesai. Kan nanti ada agreement resiprokal tarif ya? Tapi kan belum. Kan belum. Ya mungkin karena banyak yang harus di ini ya," sebut Budi.
Sebelumnya, Mendag Budi mengatakan, AS menargetkan menerima dokumen-dokumen negosiasi terkait tarif Trump sebelum 1 September 2025.
Sementara, sejak 7 Agustus 2025 lalu, kebijakan tarif Trump telah berlaku. Di mana Indonesia dikenakan tarif 19% atas semua barang impor yang berasal dari Indonesia.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bumi Panas Perang Dagang, RI Tak Ubah Target Ekspor-Ini Alasannya