Menolak Desukarnoisasi Tahap Tiga

1 hour ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Menolak Desukarnoisasi Tahap Tiga Guntur Soekarno Ketua Dewan Ideologi DPP PA GMNI/Pemerhati Sosial(MI/Seno)

SABTU sore itu, layar kaca menyajikan sebuah tayangan dokumenter tentang sejarah bangsa. Di tengah pusaran gambar-gambar lama, nama Sukarno berkali-kali disebut sebagai pusat narasi. Namun, alih-alih memberi pencerahan, tayangan itu justru meninggalkan luka. Sebagai putra Bung Karno, saya menyaksikan bagaimana sosok ayah saya, sang proklamator, diperlakukan secara gegabah.

Sejarah yang seharusnya menjadi mercusuar diubah menjadi kabut. Tahun kelahiran Bung Karno saja dipelintir: disebut 6 Juni 1902, padahal faktanya ialah 6 Juni 1901 di Jl Pandean IV No 40, Peneleh, Surabaya. Begitu pula perubahan nama dari Kusno menjadi Sukarno tak diberi penjelasan, seakan riwayat hidup sang pendiri bangsa hanyalah trivia yang bisa diabaikan.

Puncak kekecewaan muncul ketika huruf-huruf besar di layar dengan enteng menyebut Bung Karno sebagai 'diktator'. Saya bertanya: diktator di bidang apa? Atas dasar apa? Kata itu hanya bisa lahir dari mulut kaum nekolim, kaum imperialis dan kapitalis, yang merasa terancam oleh keberanian Bung Karno melawan dominasi mereka. Demokrasi Terpimpin yang digagasnya bukanlah tirani, melainkan sebuah orkestra politik, dengan bangsa yang majemuk ini memerlukan konduktor tunggal agar simfoni tidak pecah berantakan.

Apakah seorang kepala desa yang dipilih secara mufakat dianggap diktator karena memimpin rembuk? Tidak. Justru itulah demokrasi paling murni dari akar tradisi Nusantara. Karena itu, menuduh Bung Karno sebagai diktator ialah pembohongan terhadap sejarah bangsa sendiri. Bung Karno ialah seorang demokrat sejati—demokrat dalam jiwanya, dalam tindakannya, dalam darah yang mengalir sejak berabad-abad dalam tradisi Indonesia.

LUKA DESUKARNOISASI: DARI PELURU HINGGA PENJARA SUNYI

Bila sejarah ditulis ulang dengan gegabah di layar kaca hari ini, itu bukan peristiwa baru. Sejak lama ada upaya sistematis untuk menghapus, mengaburkan, bahkan menistakan nama Sukarno. Saya menyebutnya desukarnoisasi.

Tahap pertama terjadi ketika Bung Karno masih menjabat presiden, 1945-1967. Upaya itu menjelma dalam pemberontakan-pemberontakan bersenjata: PRRI, Permesta, DI/TII. Bahkan percobaan pembunuhan berkali-kali diarahkan kepadanya. Pada 1957, granat dilemparkan di Perguruan Cikini saat Bung Karno menghadiri acara anak-anak sekolah.

Di Rajamandala, seorang sahabat lama yang dulu sama-sama belajar di rumah HOS Tjokroaminoto justru mengarahkan moncong senjata kepadanya. Yang paling menggetarkan, saat Idul Adha di Istana Merdeka, peluru ditembakkan dari jarak dekat ke arah Bung Karno yang sedang sujud dalam doa.

Tahap kedua datang setelah Bung Karno didongkel, pada era Orde Baru. Di bawah dalih 'karantina', beliau sebenarnya dijadikan tahanan rumah di Wisma Yaso. Ia diinterogasi berulang kali pada malam hari, dipaksa menanggung tuduhan keterlibatan dalam G-30-S/PKI—tuduhan tanpa bukti yang membunuh karakter.

Dalam kesakitan akibat penyakit ginjal, resep obat dari dokter tak pernah ditebus; hanya vitamin murahan dan obat penenang yang diberikan. Kesempatan berobat ke luar negeri dibuka, tetapi tanpa jaminan bisa kembali ke tanah airnya sendiri. Bung Karno diperlakukan seakan ia orang asing di negeri yang dirintisnya.

Namun, kini sejarah menemukan jalannya. Pada 2024, Tap MPRS No XXXIII/MPRS/1967, yang selama puluhan tahun menjadi dalih untuk menuduh Bung Karno berkhianat dan mendukung PKI, akhirnya dicabut. Dengan demikian, secara hukum dan politik, Sukarno bersih dari tuduhan itu. Kebenaran yang selama ini terpenjara akhirnya dibebaskan. Sejarah kembali menegakkan kepalanya, menolak segala upaya lama untuk membunuh nama Bung Karno.

Semua itu ialah wajah desukarnoisasi: sebuah proyek yang mencoba mematikan jiwa bangsa dengan menghapus jejak pemimpin besar Asia-Afrika. Namun, sejarah membuktikan upaya itu selalu gagal. Nama Sukarno tetap hidup.

DESUKARNOISASI TAHAP TIGA?

Kini, ketika bayangan lama itu seakan muncul kembali melalui tayangan televisi yang keliru, saya harus bersuara. Sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin jati diri bangsa. Menghancurkan nama Sukarno sama dengan meruntuhkan fondasi rumah besar bernama Indonesia.

Namun, saya percaya, di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, desukarnoisasi tahap ketiga tidak akan pernah terjadi. Sebelum menjadi presiden, Prabowo telah menunjukkan penghormatannya kepada Bung Karno. Di halaman Kementerian Pertahanan, ia mendirikan patung Bung Karno menunggang kuda, memeriksa barisan TNI—sebuah penghormatan simbolis yang tak bisa dipandang remeh. Itu bukan sekadar patung, melainkan pernyataan bahwa sejarah bangsa ini tidak boleh diputus dari akar sukarnoisme.

Bung Karno selalu berkata: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak meninggalkan sejarahnya.” Kini, dengan dicabutnya Tap MPRS No XXXIII/MPRS/1967, dengan penghormatan negara yang kembali ditegakkan, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga nama Sukarno tetap jernih di mata rakyatnya. Ia bukan diktator, bukan pengkhianat, melainkan Bapak Bangsa yang mengorbankan segalanya demi kemerdekaan dan martabat Indonesia.

Saya menulis ini bukan semata sebagai putra Bung Karno, melainkan sebagai saksi hidup perjalanan bangsa. Semoga tulisan ini menjadi pengingat bahwa di balik segala upaya penghapusan, nama Sukarno akan selalu hidup di hati rakyatnya.

Terima kasih, Bapak Presiden, yang telah memberikan penghormatan kepada ayah saya dan menjaga muruah sejarah bangsa. Semoga di tangan Anda, Indonesia tidak hanya terhindar dari desukarnoisasi, tetapi juga semakin kukuh berdiri di atas fondasi sejarah yang benar.

Read Entire Article