
KPK telah rampung memeriksa Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta, pada Kamis (11/9). Dia dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) BI dan OJK.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan Filianingsih dimintai keterangannya terkait alasan pemberian dana CSR kepada yayasan milik anggota Komisi XI DPR RI.
"Didalami juga mengapa program sosial ini dikelola oleh pihak-pihak di DPR Komisi XI. Kenapa harus itu? Kenapa yayasannya harus itu? Kenapa tidak yang lain? Nah itu semuanya didalami dan menjadi materi penyidikan," kata Budi kepada wartawan.
Selain itu, Budi mengatakan, penyidik juga mendalami soal bagaimana awal mula program dana CSR itu muncul. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya.
"Ya perencanaan tentu kita juga didalami terkait dengan rencana peruntukannya termasuk jumlah anggarannya begitu. Kemudian dalam pelaksanaannya itu seperti apa," ungkap Budi.

Sementara, Filianingsih tampak ke luar dari ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sekitar pukul 20.00 WIB. Artinya dia menjalani pemeriksaan selama hampir 6 jam sejak tiba pukul 13.42 WIB siang tadi.
"Ya dalam perkara program sosial atau CSR Bank Indonesia dan OJK hari ini dipanggil, diminta keterangan," kata Filianingsih usai diperiksa.
Dia mengaku hanya didalami seputar tugas-tugas BI dan juga Dewan Gubernur BI.
Saat disinggung soal bagaimana program dana CSR itu diadakan, Filianingsih menyebut pelaksanaannya sudah dilakukan sejak jauh hari.
"Oh itu kebijakan sudah ada ya. Dari dulu, jadi kalau namanya korporat itu social responsibility, itu kan bagaimana kita itu berbagai membantu apa misalnya kepedulian sosial, lalu juga beasiswa, lalu juga pemberdayaan masyarakat, gitu ya. Jadi nggak mesti harus perusahaan yang profit oriented, ya. Jadi namanya berbagi ya," ucap dia.
Kasus CSR
Dalam kasus ini, KPK menjerat dua tersangka, yakni Satori dan Heri Gunawan selaku anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024. Satori dan Heri diduga menggunakan dana CSR dari BI dan OJK itu tak sesuai dengan peruntukannya.


Dari bantuan dana sosial tersebut, Heri telah menerima Rp 15,8 miliar. Uang tersebut malah digunakannya untuk kepentingan pribadi, seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.
Sementara Satori total telah menerima Rp 12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom hingga pembelian kendaraan.
Dari Satori, KPK juga telah menyita 15 unit mobil. Satori membantah seluruh mobil itu dibelinya dari hasil korupsi.
Atas perbuatannya, keduanya disangkakan melanggar Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP. KPK belum menahan Satori dan Heri.