
DI tengah sengitnya persaingan industri fashion, Christie Basil memilih jalur berbeda. Desainer muda asal Indonesia ini menjadikan cerita klien sebagai fondasi utama karyanya, bukan sekadar estetika atau tren. Filosofi itu yang membuat brand miliknya, Atvezzo dan Bychristiebasil, menonjol di antara label lain.
Bagi Christie, busana bukan hanya indah dipandang, melainkan penyimpan pengalaman, kenangan, dan kepribadian pemakainya. Karena itu, ia selalu memulai proses kreatif dengan mendengarkan kisah klien, lalu menyaring elemen paling bermakna untuk dituangkan dalam desain.
“Misalnya memasukkan horoskop ke detail, sentuhan burung Cenderawasih dari Papua, batik parang, bahkan cheongsam untuk klien berhijab,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Media Indonesia, Kamis (11/9). Pernah pula ia merancang busana pernikahan tiga agama—semua berawal dari cerita.
Konsep storytelling fashion inilah yang menjadi DNA brand Christie. Setiap karya personal, unik, dan tak lekang waktu. “Semua desainer bisa bikin desain bagus, tapi tak semua bisa memberi makna personal di baliknya,” tegasnya.
Christie mengukur keberhasilan bukan dari sorotan industri, melainkan kepuasan klien saat merasa busana mereka benar-benar “bercerita.” Filosofi itu ingin ia wariskan dalam setiap rancangan.
Meski sudah dikenal luas, perempuan kelahiran Jakarta 1995 ini masih menyimpan mimpi berkolaborasi. Menariknya, bukan dengan sesama desainer, melainkan dengan sosok yang ia kagumi: Sherly Tjoanda, Gubernur Maluku Utara. “Dia menurut aku salah satu pejabat yang benar-benar paham rakyatnya. Aku pengen banget bisa collab sama dia,” tuturnya.
Christie Basil membuktikan bahwa fashion bukan sekadar tren. Dengan menjadikan cerita sebagai inti desain, ia menghadirkan karya yang personal, penuh makna, dan menginspirasi.