
KEMENTERIAN Pekerjaan Umum (PU) bergerak cepat menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo untuk segera menangani kerusakan bangunan dan gedung yang terdampak aksi penyampaian aspirasi masyarakat di berbagai wilayah Indonesia pada akhir Agustus 2025 lalu.
Salah satu lokasi yang menjadi perhatian utama adalah Wisma MPR RI yang berhadapan dengan Gedung DPRD Jawa Barat (Jabar) di Kota Bandung, yang mengalami kerusakan.
Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya, Dewi Chomistriana meninjau langsung bersama Balai Penataan Bangunan, Prasarana, dan Kawasan (BPBPK) Jabar serta Direktorat Bina Teknik Bangunan Gedung dan Penyehatan Lingkungan (BTBGPL) di Wisma MPR RI Bandung, pada Selasa (9/9). Tinjauan ini guna melakukan identifikasi kondisi gedung sekaligus mematangkan rencana rehabilitasi.
Berdasarkan identifikasi Kementerian PU, Wisma MPR RI terdiri dari dua jenis bangunan, yakni bangunan cagar budaya dan bangunan non-cagar budaya. Bangunan cagar budaya mengalami kerusakan sedang, sedangkan bangunan non-cagar budaya mengalami kerusakan ringan. Namun, sistem mekanikal, elektrikal, dan plumbing (MEP) diketahui rusak berat akibat kebakaran.
“Karena ini adalah bangunan cagar budaya, penanganannya harus dengan penuh kehati-hatian. Prinsip kami adalah mempertahankan keaslian bangunan dan tidak melakukan terlalu banyak perubahan. Untuk itu kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Kebudayaan agar proses rehabilitasi tetap sesuai aturan yang berlaku,” terangnya.
KAJIAN SEJARAH
Menurut Dewi, rehabilitasi bangunan cagar budaya harus dimulai dengan kajian sejarah untuk mengidentifikasi tahun pembangunan, material asli, dan bentuk awal, saat ini pihaknya masih mempelajari sejarahnya.
"Kalau membangun atau merehabilitasi bangunan cagar budaya, kami harus memulai dengan membaca sejarah, mengidentifikasi kapan dibangun dan bagaimana material aslinya, karena ini masuk ke dalam kelas A cagar budaya. Rehabilitasi harus kembali kepada bentuk asal semula,” jelasnya.
Dewi menambahkan, dari uji coba yang dilakukan tim Kementerian PU menunjukkan bahwa sebagian besar struktur bangunan masih dapat dimanfaatkan, sehingga tidak diperlukan pembongkaran total. Targetnya, di akhir tahun 2025 ini tahap identifikasi dan perencanaan selesai. Untuk fisiknya akan mulai pada 2026 dan diperkirakan penyelesaiannya secara menyeluruh dapat dilakukan hingga Desember 2026.
"Kementerian PU memperkirakan kebutuhan anggaran untuk rehabilitasi Wisma MPR RI Bandung mencapai sekitar Rp12,9 miliar. Anggaran ini mencakup perbaikan pada bangunan cagar budaya maupun pembangunan bangunan baru," ucapnya.
Khusus di Jabar lanjut Dewi, selain Wisma MPR, gedung lain yang juga masuk dalam program rehabilitasi di Jawa Barat yaitu Gedung DPRD Cirebon dengan tingkat kerusakan ringan dan perkiraan anggaran sekitar Rp9,5 miliar. Secara nasional, Kementerian PU melakukan rehabilitasi pada 43 unit bangunan yang tersebar di 15 kabupaten/kota pada 6 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jabar, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan NTB.
"Sebagai langkah antisipasi di masa mendatang, Kementerian PU berkomitmen untuk meningkatkan kualitas material yang digunakan dalam proses rehabilitasi, khususnya dengan memilih bahan yang lebih tahan api tanpa mengubah desain asli,” tandasnya.
KEMBALIKAN FUNGSI BANGUNAN
Melalui upaya rehabilitasi ini, kata Dewi, Kementerian PU berharap dapat mengembalikan fungsi bangunan dan gedung yang terdampak aksi penyampaian aspirasi. Kementerian juga berkomitmen untuk terus mendukung dan menjaga bangunan-bangunan yang merupakan warisan budaya bangsa.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap perbaikan tidak hanya mengembalikan fungsi bangunan, tetapi juga meningkatkan daya tahannya. Dengan begitu, warisan budaya tetap lestari, namun kualitas teknisnya sesuai dengan kebutuhan masa kini,” imbuhnya.
Sementara itu, Menteri PU Dody Hanggodo menuatakan, langkah ini merupakan bentuk respon cepat pemerintah dalam memulihkan fungsi fasilitas publik demi menjaga keberlangsungan pelayanan masyarakat. Kementerian menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo untuk segera melakukan rehabilitasi terhadap fasilitas umum yang terdampak.
"Tentunya kami melakukan identifikasi terlebih dahulu pada infrastruktur publik yang mengalami kerusakan. Instruksi Presiden bersifat cepat dan tepat, sehingga kita harus klasifikasi kerusakan ringan, sedang dan berat, atau perlu rehabilitasi total,” ujarnya. (E-2)