
WARGA Doha, ibu kota Qatar, dilanda kepanikan setelah serangan Israel terjadi pada Selasa (9/9). Banyak penduduk dilaporkan merasa ketakutan akibat ledakan dan kekacauan yang ditimbulkan.
William Lafi Youmans, profesor Georgetown University di Qatar, menggambarkan suasana panik tersebut.
“Saya sedang mengemudi pulang dari kantor dan melihat asap mengepul di dekat jalan. Mobil polisi dan truk pemadam melintas cepat. Awalnya saya mengira itu kebakaran, tapi kemudian menerima pesan panik dan telepon tentang adanya serangan Israel. Saat sampai di rumah, keluarga saya mengatakan mereka mendengar ledakan keras. Saat itulah rasa takut benar-benar terasa,” ujar Youmans, yang berdarah Palestina-Amerika, kepada Al Jazeera.
Menurut Youmans, teman-temannya yang tinggal dekat lokasi serangan melaporkan bahwa bangunan mereka berguncang sehingga mereka terpaksa keluar rumah. Seorang mahasiswa juga mengirim email kepada dirinya bahwa rumah mereka berada tepat di samping lokasi serangan. “Banyak orang merasa ketakutan,” kata dia.
Pikirannya langsung tertuju ke penderitaan rakyat Palestina di Gaza yang menjadi sasaran serangan militer Israel.
“Saya terkejut melihat bagaimana serangan ini membuat semua orang panik, padahal ini hanya sebagian kecil dibandingkan penderitaan yang dialami rakyat Palestina di Gaza setiap jam selama dua tahun terakhir,” ujarnya.
Targetkan Pimpinan Hamas
Ini menjadi serangan pertama Israel di Qatar, sebuah negara yang selama ini berperan penting sebagai mediator pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, sekaligus menjadi lokasi pangkalan militer AS terbesar di kawasan, Al Udeid Air Base.
Militer Israel mengaku bertanggung jawab atas ledakan di ibu kota Qatar tersebut. Seorang sumber Hamas kepada Al Jazeera menyebut, serangan tersebut menargetkan tim negosiasi Hamas yang saat itu tengah mempertimbangkan proposal gencatan senjata terbaru dari Amerika Serikat.
Pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, disebut menjadi sasaran utama serangan Israel tersebut. (Al Jazeera/P-4)