
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebut bahwa kasus filisida atau pembunuhan anak-anak yang dilakukan orangtua dipicu oleh berbagai masalah kompleks. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan masalah tersebut mulai dari kesehatan mental orangtua hingga persoalan ekonomi dan rendahnya dukungan masyarakat.
"Masalah filisida itu banyak dipicu oleh kesehatan mental ibunya, masalah ketahanan keluarga yg lemah, masalah ekonomi, masalah dukungan masyarakat rendah dan lain-lain," kata Pribudiarta saat dihubungi, Selasa (9/9).
Seperti diberitakan, kasus filisida maternal teranyar terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Seorang ibu berinisial EN, 34, ditemukan tewas gantung diri dan dua anaknya usia 9 tahun dan 11 bulan diduga diracun oleh ibunya di sebuah rumah kontrakan di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jumat (5/9). Peristiwa tragis ini diketahui pertama kali oleh YS, suami EN yang baru pulang kerja pada Jumat (5/9) subuh. Polisi juga menemukan sebuah surat wasiat yang ditinggalkan oleh korban, yang berisi penderitaan hidup dan kekesalan hati sang istri kepada suaminya
Oleh karena itu, KemenPPPA menegaskan pentingnya penguatan sistem perlindungan anak berbasis masyarakat melalui program Kota Layak Anak (KLA).
Menurut Pribudiarta, program ini memiliki 24 indikator yang memastikan terpenuhinya hak anak, mulai dari hak sipil, pengasuhan, kesehatan, pendidikan, hingga perlindungan khusus.
"Kami mendorong seluruh daerah mengembangkan Kota Layak Anak sebagai instrumen untuk memastikan anak-anak terpenuhi haknya secara menyeluruh. Dalam program ini, kami juga menekankan pentingnya peran masyarakat, karena perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab negara, tetapi juga tanggung jawab sosial bersama," ujarnya.
Selain itu, KemenPPPA juga menginisiasi penguatan modal sosial masyarakat melalui pembangunan Ruang Bersama Indonesia (RBI) di tingkat desa dan kelurahan. RBI menjadi gerakan kolektif seluruh pemangku kepentingan di akar rumput untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kasus tragis filisida.
"Jika ruang bersama ini terbangun dengan baik, masyarakat akan memiliki kesadaran dan kapasitas untuk saling menjaga, sehingga risiko terjadinya kekerasan terhadap anak dapat dicegah sejak dini," tuturnya.
Dengan sinergi antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat, KemenPPPA optimis upaya perlindungan anak dapat semakin kuat, sehingga kasus-kasus kekerasan ekstrem terhadap anak tidak lagi terulang.
Kasus filisida juga terjadi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, pada Agustus 2025. Di mana dua anak perempuan kakak beradik berusia 6 dan 3 tahun ditemukan tewas di Pantai Sigandu, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Sementara ibunya berinisial VM, 31, ditemukan bersembunyi di dalam toilet portabel di sekitaran lokasi kejadian.
Kejadian tragis ini bermula ketika pada Rabu (30/7) pagi, VM membawa kedua anaknya ke tengah laut hingga keduanya tenggelam. Namun VM terseret ombak hingga ke tepi pantai. Ia pun kemudian bersembunyi di dalam toilet. Sore harinya, polisi menemukan VM dalam kondisi linglung. (H-4)