Habitat Terus Tergerus, Orangutan Tapanuli Terancam Punah

2 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies primata yang diyakini sebagai nenek moyang tertua orangutan di Indonesia, kini berada di ambang kepunahan. Konflik dengan manusia dan kerusakan habitat menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup satwa langka yang hanya ditemukan di Sumatera Utara ini.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wanda Kuswanda, menjelaskan analisis genetik menunjukkan orangutan Tapanuli adalah spesies orangutan paling tua. Diduga, migrasi pertama orangutan ke Nusantara dimulai dari selatan Danau Toba, lalu menyebar ke Kalimantan sebelum kembali lagi ke utara Danau Toba. Fakta genetik tersebut menjadikan konservasi orangutan Tapanuli sebagai prioritas global.

“Saat ini, kita masih dalam proses mempublikasikan data terbaru, namun diperkirakan populasi orangutan Tapanuli hanya berkisar 577 hingga 760 individu. Angka yang sangat rendah ini menjadikan mereka salah satu spesies yang paling terancam,” kata Wanda dalam diskusi Peluang Koeksistensi dalam Upaya Konservasi Orangutan Tapanuli, Kamis (4/9/2025).

Keterbatasan populasi dan habitat membuat orangutan Tapanuli sulit ditemui di alam liar. Penelitian populasi biasanya dilakukan secara tidak langsung, dengan menghitung sarang yang dibangun. Lanskap Batang Toru, habitat utama mereka, kini hanya menyisakan sekitar 66 persen area yang layak huni.

Pembukaan lahan, penebangan liar, serta perluasan perkebunan kelapa sawit dan eukaliptus terus mengikis ruang hidup mereka. Bahkan, perkebunan sawit kini merambah dataran tinggi di ketinggian 600–700 meter di atas permukaan laut. “Bahkan di area APL (Area Penggunaan Lain) yang seharusnya tidak mengganggu habitat, perkebunan ini mengisolasi pergerakan orangutan,” jelas Wanda.

Fragmentasi habitat telah membagi populasi menjadi tiga blok utama yang terpisah. Kondisi ini membuat pertemuan antarindividu semakin jarang dan meningkatkan risiko perkawinan sedarah, yang bisa menurunkan keragaman genetik.

Konflik antara manusia dan orangutan di Batang Toru pun meningkat dalam satu dekade terakhir. Konflik dipicu keterbatasan sumber daya dan persepsi negatif masyarakat.

Banyak warga yang menggantungkan hidup pada kebun durian atau petai, tanaman yang juga menjadi makanan orangutan. “Bayangkan, jika satu orangutan masuk ke kebun durian, dalam dua atau tiga hari saja satu pohon penuh durian bisa habis,” kata Wanda.

Kerugian ekonomi membuat petani sering mengusir orangutan dengan cara agresif, seperti membakar, membunyikan suara keras, hingga melukai satwa tersebut. Penelitian Wanda menemukan tiga faktor utama yang berkorelasi kuat dengan konflik, yaitu melimpahnya sumber pakan di kebun warga, aktivitas penebangan liar, dan perasaan dirugikan oleh masyarakat. “Ketika ketiga faktor ini terpenuhi, potensi konflik manusia dan orangutan mencapai 90 persen,” tegasnya.

Untuk keluar dari krisis, Wanda mengusulkan pendekatan koeksistensi holistik berbasis empat pilar, yaitu ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sisi ekologi, konservasi harus berbasis lanskap dan menjaga koridor pergerakan.

Dari sisi ekonomi, masyarakat perlu mendapat alternatif usaha seperti ekowisata, kehutanan sosial, atau agroforestri. Dari sisi sosial dan budaya, peningkatan kapasitas dan perubahan cara pandang masyarakat menjadi kunci. “Keberadaan orangutan seharusnya dilihat sebagai aset, bukan beban,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya payung hukum setingkat peraturan presiden agar koordinasi lintas kementerian berjalan efektif. Menurut Wanda, kunci keberhasilan koeksistensi tetap ada di tangan manusia.

“Koeksistensi akan tercapai ketika kita, manusia, mampu menyadari kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya kita harus seimbang dengan kebutuhan ekologi orangutan. Selama kita masih merasa berada di atas mereka, koeksistensi akan sulit dicapai,” katanya.

Read Entire Article