
ETHIOPIA secara resmi meresmikan bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika pada Selasa (9/9), sebuah proyek yang akan menyediakan energi bagi jutaan warga Ethiopia sekaligus memperdalam keretakan dengan Mesir di hilir yang meresahkan kawasan tersebut.
Ethiopia, negara terpadat kedua di benua Afrika dengan populasi 120 juta jiwa, memandang Bendungan Renaisans Ethiopia (GERD) senilai US$5 miliar di anak sungai Nil sebagai pusat ambisi pembangunan ekonominya.
Dimulai pada 2011, pembangkit listrik bendungan tersebut pada akhirnya akan meningkat menjadi 5.150 MW dari 750 MW yang sudah dihasilkan oleh dua turbin aktifnya.
Perdana Menteri Abiy Ahmed mengatakan Ethiopia akan menggunakan energi tersebut untuk meningkatkan akses listrik warga Ethiopia sekaligus mengekspor kelebihan listrik ke kawasan.
Namun, negara-negara tetangga Ethiopia di hilir menyaksikan kemajuan proyek ini dengan cemas. Mesir, yang membangun Bendungan Tinggi Aswan di Sungai Nil pada 1960-an, khawatir GERD dapat membatasi pasokan airnya selama musim kemarau, dan dapat memicu pembangunan bendungan-bendungan lain di hulu.
Mesir telah menentang keras GERD sejak awal, dengan alasan bendungan tersebut melanggar perjanjian air yang berasal dari era kolonial Inggris dan menimbulkan ancaman eksistensial.
Mesir, dengan populasi sekitar 108 juta jiwa, bergantung pada Sungai Nil untuk sekitar 90% kebutuhan air tawarnya.
Sudan telah bergabung dengan Mesir dalam seruan untuk perjanjian yang mengikat secara hukum terkait pengisian dan pengoperasian bendungan, tetapi juga dapat memperoleh manfaat dari pengelolaan banjir yang lebih baik dan akses ke energi murah.
Posisi Kairo mendapat dukungan dari Presiden Donald Trump selama masa jabatan pertamanya. Trump menyebut situasi tersebut berbahaya dan Kairo bisa saja meledakkan bendungan itu, tetapi pemerintahannya gagal mencapai kesepakatan mengenai proyek tersebut, yang telah melalui perundingan bertahun-tahun tanpa menghasilkan kesepakatan.
Bersikeras bahwa pembangunan proyek tersebut merupakan hak kedaulatan, Ethiopia terus maju. Pada 2020, negara ini mulai mengisi waduk secara bertahap sambil berargumen bahwa GERD tidak akan merugikan negara-negara hilir secara signifikan.
"Bendungan Renaissance bukanlah ancaman, melainkan peluang bersama," ujar Abiy kepada parlemen pada bulan Juli. "Energi dan pembangunan yang dihasilkannya tidak hanya akan memajukan Ethiopia," tandasnya. (AFP/France24/B-3)